Sabtu, 31 Desember 2016

Alasan Terlarangnya Mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim



Mungkin tidak lama lagi, akan terdengar, akan terpampang tulisan yang dibaca “Merry Christmas”, atau yang artinya Selamat Hari Natal. Dan biasanya, momen ini disandingkan dengan ucapan Selamat Tahun
https://muslim.or.id/wp-content/uploads/2010/12/ucapan-selamat.jpg
Mungkin tidak lama lagi, akan terdengar, akan terpampang tulisan yang dibaca “Merry Christmas”, atau yang artinya Selamat Hari Natal. Dan biasanya, momen ini disandingkan dengan ucapan Selamat Tahun Baru.
Sebagian orang menganggap ucapan semacam itu tidaklah bermasalah, apalagi yang yang berpendapat demikian adalah mereka orang-orang kafir. Namun hal ini menjadi masalah yang besar, ketika seorang muslim mengucapakan ucapan selamat terhadap perayaan orang-orang kafir.
Dan ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat nyeleneh sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan toleransi dalam beragama!? Toleransi beragama bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.
Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Namun hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menggeneralisir sikap baik yang harus dilakukan oleh seorang muslim kepada orang-orang kafir. Sebagian orang menganggap bahwa mengucapkan ucapan selamat hari natal adalah suatu bentuk perbuatan baik kepada orang-orang nashrani. Namun patut dibedakan antara berbuat baik (ihsan) kepada orang kafir dengan bersikap loyal (wala) kepada orang kafir.
Alasan Terlarangnya Ucapan Selamat Natal
1- Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
2- Menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan natal
Ketika ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
3- Merupakan sikap loyal (wala) yang keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4)
4- Nabi melarang mendahului ucapan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal termasuk di dalam larangan hadits ini.
5- Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut berpartisipasi dalam perayaan natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di jalan-jalan, dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kaum  muslimin untuk menyerupai kaum kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al Qur’an
Bacalah kutipan ayat di bawah ini. Allah Ta’ala berfirman,
فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22) فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: ‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim saat kurma berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.

Sejarah Idul Fitri



Jauh sebelum ajaran Islam turun, masyarakat Jahiliyah Arab ternyata sudah memiliki dua hari raya, yakni Nairuz dan Mahrajan. Kaum Arab Jahiliyah menggelar kedua hari raya itu dengan menggelar pesta pora. Selain menari-nari, baik tarian perang maupun ketangkasan, mereka juga bernyanyi dan menyantap hidangan lezat serta minuman memabukkan.
‘’Nairuz dan Mahrajan merupakan tradisi hari raya yang berasal dari zaman Persia Kuno?’’ tulis Ensiklopedi Islam.  Setelah turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada 2 Hijriyah, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda, ‘’Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.’’
Setiap kaum memang memiliki hari raya masing-masing. Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam Kisah Para Nabi dan Rasul, mengutip sebuah hadis dari Abdullah bin Amar, ‘’Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: ’’Puasanya Nuh adalah satu tahun penuh, kecuali hari Idul Fitri dan Idul Adha’.’’ (HR Ibnu Majah)
Jika merujuk pada hadis di atas, maka umat Nabi Nuh AS pun memiliki hari raya. Sayangnya, kata Ibnu Katsir, hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah itu sanadnya dhaif.  Rasulullah SAW membenarkan bahwa setiap kaum memiliki hari raya. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari,  pernah memarahi dua wanita Anshar memukul rebana sambil bernyanyi-nyanyi.
‘’Pantaskah ada seruling setan di rumah, ya Rasulullah SAW?’’ cetus Abu Bakar.
    ‘’Biarkanlah mereka wahai Abu Bakar! Karena tiap-tiap kaum mempunyai hari raya, dan hari ini adalah hari raya kita,’’ sabda Rasulullah SAW.
Hari Raya Idul Fitri untuk pertama kalinya dirayakan umat Islam, selepas Perang Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan 2 Hijiriyah. Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan. Sebanyak 319 kaum Muslimin harus berhadapan dengan 1.000 tentara dari kaum kafir Quraisy.
Pada tahun itu, Rasulullah SAW dan para sahabat merayakan dua kemenangan, yakni keberhasilan mengalahkan kaum kafir dalam Perang Badar dan menaklukkan hawa nafsu setelah sebulan berpuasa. Menurut sebuah riwayat, Nabi SAW dan para sahabat menunaikan shalat Id pertama dengan kondisi luka-luka yang masih belum pulih akibat Perang Badar.
Rasulullah SAW pun dalam sebuah riwayat disebutkan, merayakan Hari Raya Idul Fitri pertama dalam kondisi letih. Sampai-sampai Nabi SAW bersandar pada Bilal RA dan menyampaikan khutbahnya.
Menurut Hafizh Ibnu Katsir, pada Hari Raya Idul Fitri yang pertama, Rasulullah SAW pergi meninggalkan masjid menuju suatu tanah lapang dan menunaikan shalat Id di atas lapang itu. Sejak itulah, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat menunaikan shalat Id di lapangan terbuka.
Sebelum datangnya  Hari Raya Idul Fitri, umat Islam diwajibkan menunaikan zakat fitrah. Tepat pada 1 Syawal, kaum Muslim disunahkan melaksanakan shalat Id, baik di lapangan terbuka maupun di masjid, sebanyak dua rakaat dan kemudian dilanjutkan dengan khutbah.
 Hingga kini, Idul Fitri telah dilakukan kaum Muslimin sebanyak lebih dari 1.432 kali.  Di setiap wilayah atau daerah, umat Islam memiliki tradisi masing-masing untuk merayakan dan  mengisi hari raya itu.  Bahkan, di setiap daerah dan Negara, umat Islam memiliki istilah sendiri untuk menyebut Idul Fitri.
Sejatinya, menurut Prof HM Baharun, hakikat Idul Fitri adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah berhasill menundukkan nafsu,  kaum Muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan dapat "kembali ke fitrah" (Idul Fitri), yakni kembali ke asal kejadian. Semoga. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H.

Asal –Usul Idul Adha



http://kmti.unisba.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/Idul-Adha-300x300.gif
Umat Muslim pada tanggal 10 Dzulhijjah setiap tahunnya selalu melaksanakan ibadah haji yang utama, wukuf di Arafah. Pada tanggal ini juga ada peringatan penyembelihan hewan kurban sebagai tanda takwa dan cinta umat Muslim kepada pencipta mereka, Allah SWT. Tapi bagaimana sejarah hari raya Idul Adha (hari raya kurban) ini sendiri? Semua dimulai dengan nabi Ibrahim AS yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyembeli anaknya sendiri, nabi Ismail AS sebagai tanda keimanannya terhadap Allah SWT.
Asal-Usul Idul Adha (Hari Raya Kurban)
  Dahulu kala saat nabi Ibrahim AS sedang berkurban 100 ekor unta, 300 ekor sapi, dan 100 ekor domba, ia berkata bahwa jumlah tersebut tidak ada apa-apa, dan jika ia punya anak kelak akan ia sembelih karena Allah. Pada saat ia berkata seperti itu, sebenarnya Sarah yang merupakan istri nabi Ibrahim belumlah mengandung. Karena tidak kunjung mengandung, Sarah menyarankan agar nabi Ibrahim menikahi seorang budaknya yang diperoleh dari Mesir, yaitu Hajar. Setelah menikahi Hajar, nabi Ibrahim berdoa pada Allah di daerah Baitul Maqdis, agar ia dipercayakan dengan seorang anak. Saat anak itu lahir, nabi Ibrahim memberikannya nama Ismail yang berarti “Allah telah mendengar.”
           Beberapa saat setelah Ismail lahir, Allah SWT memerintahkan nabi Ibrahim untuk membawa Hajar, Sarah, dan Ismail kecil untuk pergi ke daerah Canaan. Saat bersiap untuk perjalaan kembali ke Canaan, Hajar bertanya apakah Allah SWT memerintahkan nabi Ibrahim untuk meninggalkan mereka. Takut akan merasa sedih dan nantinya melanggar apa yang diperintahkan Allah SWT, nabi Ibrahim tidak menoleh dan hanya mengangguk kecil yang dibalas dengan keikhlasan Hajar untuk ditinggal. Meskipun nabi Ibrahim meninggalkan banyak makanan dan minuman untuk Ismail dan Hajar, persediaan makanan itu habis dengan waktu singkat, dan setelah beberapa hari mereka berdua mulai merasa lapar dan dehidrasi.
           Salah satu titik awal sejarah hari raya Idul Adha (hari raya kurban) adalah saat Hajar berlari menuju gunung Safa dan Marwah sebanyak tujuh kali demi mencari setetes air. Begitu ia mulai kelelahan, ia akhirnya terkapar di samping Ismail kecil dan memohon bantuan pada Allah SWT. Ada dua versi tentang munculnya mata air setelah Hajar memohon bantuan pada Allah dimana yang pertama mengatakan ada mata air yang tiba-tiba muncul dari bawah kaki Ismail kecil, sementara yang satu lagi mengatakan bahwa malaikat Jibril memukul bumi dan menyebabkan mata air yang terus mengalir. Nantinya, sumber mata air ini diberi nama sumur Zamzam.
             Bertahun-tahun setelah kejadian tersebut, Allah SWT memerintahkan nabi Ibrahim untuk kembali pulang dari Canaan, untuk membangun tempat ibadah tepat di samping sumur Zamzam. Tempat ibadah yang dibangun oleh nabi Ibrahim dan Ismail ini adalah Kakbah, dan nantinya menjadi tempat orang-orang yang ingin mempererat hubungannya dengan Allah SWT.
          Bagian kedua dari sejarah hari raya Idul Adha (hari raya kurban) adalah pada saat Ibrahim ditagih janjinya untuk mengurbankan anaknya sendiri oleh Allah SWT. Pada masa ini, Ismail sudah diangkat menjadi nabi dan berumur sekitar 13 tahun. Penagihan janji oleh Allah SWT dilakukan berkala melalui mimpi. Begitu nabi Ibrahim sadar, ia segera berbincang dengan nabi Ismail untuk membawa nabi Ismail ke tempat yang ditentukan untuk upacara kurban tersebut.
          Begitu tiba di tempat, iblis mulai menggoda nabi Ismail dengan hal-hal seperti nabi Ibrahim hanya membawanya untuk dibunuh. Mengingat nabi Ismail sudah diangkat menjadi nabi, ia tidak gentar dan berkata ia siap jika itu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Iblis tidak habis akal dan terus mencoba, namun tiba-tiba nabi Ismail mengambil beberapa kerikil di tanah dan melemparkannya ke arah iblis. Prosesi ini yang kemudian dikenal sebagai prosesi lempar jumrah.
           Di luar dugaan, nabi Ismail benar-benar siap untuk disembelih oleh ayahnya mengingat hal tersebut adalah perintah dari Allah SWT. Ia bahkan meminta ayahnya untuk menutup wajahnya agar nabi Ibrahim tidak merasa iba ataupun ragu untuk melaksanakan perintah dari Allah SWT. Ia juga meminta nabi Ibrahim untuk menajamkan pedangnya dan memberikan beberapa wasiat jika ia telah meninggal nanti. Karena mendengar permintaan dan perkataan nabi Ismail inilah, nabi Ibrahim mengatakan bahwa nabi Ismail adalah kawan terbaik dalam melaksanakan perintah dari Allah SWT. Begitu nabi Ibrahim mulai menggoreskan pedangnya, pedang tersebut selalu terpental. Ismail lalu berkata bahwa ia ingin tali pengikat yang ada di tangan dan kakinya dilepas sehingga para malaikat yang menyaksikan tahu bahwa ia taat pada Allah SWT. Peristiwa yang terjadi berikutnya adalah peristiwa tradisional yang menjadi sejarah hari raya Idul Adha (hari raya kurban), dimana nabi Ismail ditukar dengan seorang domba oleh Allah SWT.
        Ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa Malaikat Jibril-lah yang membawa domba dan menukarnya dengan nabi Ismail. Pada saat itu, dituliskan bahwa semesta dan seluruh isinya mengucap takbir demi mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran nabi Ismail dan nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah yang berat. Sungguh berat hingga bahkan pedang yang digunakan nabi Ibrahim bingung harus berbuat apa karena di satu sisi nabi Ibrahim ingin menyembelih nabi Ismail demi menuruti perintah Allah SWT, sementara Allah SWT memerintahkan agar pedang tersebut tidak menyembelihnya. Perayaan hari raya Idul Adha (hari raya kurban) diharapkan dapat dimaknai oleh setiap umat Muslim di dunia sebagai sebagai penanda bahwa Allah SWT akan selalu memberikan jalan keluar dari cobaan yang Ia berikan pada umatNya.

Apa yang Salah dengan Natal?



Natal sudah lama dikenal sebagai perayaan untuk memperingati hari kelahiran Yesus. Tapi, kita mungkin bingung, bagaimana asal mula kebiasaan-kebiasaan Natal sampai bisa dikaitkan dengan kelahiran Yesus?
Misalnya, ada mitos tentang Sinterklas. Santa ini periang, berjanggut putih, pipinya kemerah-merahan, dan berpakaian merah. Dia adalah iklan Natal yang sukses bagi perusahaan minuman di Amerika Utara tahun 1931. Pada tahun 1950-an, beberapa orang Brasil mencoba mengganti Sinterklas dengan tokoh legenda rakyat, yaitu Grandpa Indian. Hasilnya? Profesor Carlos E. Fantinati menyatakan bahwa Sinterklas berhasil mengalahkan Grandpa Indian dan bahkan ”mengalahkan bayi Yesus serta menjadi lambang resmi perayaan 25 Desember”. Tapi, apakah ada hal lain yang membingungkan soal Natal selain Sinterklas? Mari kita kembali ke Kekristenan masa awal untuk melihat jawabannya.
Sinterklas membawa kantong besar di punggungnya
Encyclopedia Britannica menulis, ”Selama dua abad pertama Kekristenan, ada banyak yang menentang perayaan hari kelahiran martir atau, dalam hal ini, Yesus.” Mengapa? Orang Kristen itu memandang perayaan hari kelahiran sebagai kebiasaan kafir, sesuatu yang tidak boleh dirayakan. Bahkan, Alkitab sama sekali tidak mencatat tanggal kelahiran Yesus.
Pada abad ke-4 M, saat orang Kristen masa awal menentang kebiasaan perayaan hari kelahiran, Gereja Katolik justru memulai perayaan Natal karena ingin menjadi lebih kuat dan terkenal. Caranya adalah dengan menghapus salah satu kendala utama, yaitu agama kafir Romawi dan perayaan titik balik matahari pada musim dingin. Christmas in America, oleh Penne L. Restad menulis bahwa setiap tahun, dari 17 Desember sampai 1 Januari, ”kebanyakan orang Romawi berpesta, bermain, bersenang-senang, melakukan pawai, dan ikut dalam perayaan lain sambil menyembah dewa mereka”. Dan, pada 25 Desember, orang Romawi merayakan hari kelahiran Matahari yang Tak Terkalahkan. Dengan menetapkan Natal pada hari itu, gereja berhasil membujuk banyak orang Romawi untuk merayakan kelahiran Yesus daripada kelahiran matahari. Santa Claus, a Biography, oleh Gerry Bowler menyatakan bahwa orang Romawi ”masih bisa bersenang-senang pada perayaan pertengahan musim dingin ini”. Tapi, sebenarnya mereka ”masih menggunakan cara lama untuk memperingati perayaan yang baru”.
Maka, masalah utama dari perayaan Natal adalah asal-usulnya yang buruk. Dalam bukunya The Battle for Christmas, Stephen Nissenbaum mengatakan bahwa Natal itu ”memang adalah perayaan kafir yang dibuat seolah-olah menjadi perayaan orang Kristen”. Maka, perayaan Natal menghina Allah dan Putra-Nya, Yesus Kristus. Apakah ini masalah kecil? Alkitab bertanya, ”Apakah ada persekutuan antara keadilbenaran dengan pelanggaran hukum? Atau apakah ada persamaan antara terang dengan kegelapan?)Seperti batang pohon yang tumbuh bengkok, perayaan Natal juga sudah sangat bengkok sehingga ”tidak dapat diluruskan..