Implikasi Filsafat
Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Scholastisisme dan Eksistensialisme terhadap
Pendidikan, sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf Idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan
pikiran dan diri pribadi (self) siswa, sedangkan tujuan pendidikan dari
filsafat Realisme adalah untuk “penyesuaian diri dalam hidup dan mampu
melaksanakan tanggung jawab sosial” dan untuk tujuan pendidikan dari filsafat
pragmatisme hampir sama dengan realisme yaitu mengadepankan penyesuaian diri
terhadap perubahan yang terjadidi dalam masyarakat. Kemudian tujuan dari
filsafat Scholatisisme mengajarkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya tidak
hanya untuk mengembangkan kemempuan intelektual saja, atau hanya untuk
mengembangkan kemampuan fisika, melainkan untuk mengembangkan semua potensi
yang dimiliki manusia agar dapat hidup selamat di dunia maupun di akhirat.
Tujuan dari filsafat Eksistensialisme lebih kepada membantu menusia secara
individual karena hakikat ini muncul setelahnya jadi dapat memperbaiki
kekurangan dari pandangan dari hakikat sebelumnya.
2. Kurikulum
Pendidikan Kurikulum pendidikan Idelaisme berisikan pendidikan liberal dan
pendidikan vokasional/praktis. Maksudnya adalah untuk mengembangkan
kemampuan-kemampuan rasional, moral dan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulumnya diorganisasikan menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi
pelajaran (subject matter centered). Menurut kurikulum pendidikan Realisme
sebaiknya kurikulum itu meliputi : Sains,/ilmu pengetahuan alam dan matematika,
Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial serta nilai-nilai. Dan para filsuf
Realisme percaya bahwa kurikulum yang baik diorganisasikan menurut mata
pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered) dan ini
hampirsama dengan kurikulum yang diterapkan pada pendidikan Idelaisme. Kemudian
dalam pandangan Pragmatisme, kurikulum sekolah seharusnya tidak terpisahkan
dari keadaan-keadaan yang riil dalam masyarakat. Maka dari itu Demokratis harus
menjadi bentuk dasar kurikulum ;dan makna pemecahan ulang masalah-masalah
lembaga demokratis juga harus dimuat dalam kurikulum. Sedangkan isi pendidikan
Scholatisisme harus meliputi agama dan ilmu kemanusiaan (humanities). Disiplin
matematika, logika, bahasa, dam retorika juga dipandang penting. Lain halnya
dengan kurikulum yang dianut pendidikan eksistensialisme yang tidak berpusat
pada materi pelajaran karena apapun yang dipelajari peserta didik merupakan
suatu alat bagi peserta didik terebut dalam mengembangkan [pengetahuan diri
(self knowledge) dan tanggung jawab diri (self responsibility).
3. Metode Pendidikan
Pada pendidikan Idealisme struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan kriteria
penilaian moral dalam situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode
pendidikan Idealisme cenderung mengabaikan dasa-dasa fisiologis dalam belajar.
Untuk pendidikan realisme metode yang disarankan bersifat otoriter. Dan evaluasi
merupakan aspek penting dalam mengajar. Dalam metode yang di gunakan pada
penganut pragmetisme ialah metode pemecahan masalah serta metode penyelidikan
dan penemuan.sedangkan pada penganut Scholatisisme mengutamakanmetode latihan
formal dalam rangka mendisiplinkan pikiran. Kemudian untuk para filsuf
Eksistesialisme hendaknya pendidikan dilaksanakan dengan teknik-teknik
pembelajaran nondirective.
4. Peranan Pendidik
dan Peserta Didik Menurut para flsuf Idealisme, guru haruslah unggul agar
menjadi teladan yang baik untuk siswanya sama halnya dengan pendidikan realism
yang juga menekankan pada pentingnya memberikan pengetahuan dan nilai-nilai
esensial bagi para siswa. Pada prinsip pendidikan Pragmatisme guru berperan
sebagai pemimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu
jauh dengan minat siswa. Kemudian pada prinsip yang diterapkan Scholatisisme
guru harus menjadi teladan yang baik bagi para siswanya sama seperti prinsip
yang di anut hakikat-hakikat sebelumnya. Sedangkan pada hakikat penganut
Eksistensialisme guru harus berperan sebagai pembimbing, karena itu pendidik
harus bersikap demokratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar