Sabtu, 24 Desember 2016

Implikasi Filsafat terhadap Pendidikan


Implikasi Filsafat Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Scholastisisme dan Eksistensialisme terhadap Pendidikan, sebagai berikut:
1. Tujuan Pendidikan Menurut para filsuf Idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa, sedangkan tujuan pendidikan dari filsafat Realisme adalah untuk “penyesuaian diri dalam hidup dan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial” dan untuk tujuan pendidikan dari filsafat pragmatisme hampir sama dengan realisme yaitu mengadepankan penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadidi dalam masyarakat. Kemudian tujuan dari filsafat Scholatisisme mengajarkan bahwa tujuan pendidikan hendaknya tidak hanya untuk mengembangkan kemempuan intelektual saja, atau hanya untuk mengembangkan kemampuan fisika, melainkan untuk mengembangkan semua potensi yang dimiliki manusia agar dapat hidup selamat di dunia maupun di akhirat. Tujuan dari filsafat Eksistensialisme lebih kepada membantu menusia secara individual karena hakikat ini muncul setelahnya jadi dapat memperbaiki kekurangan dari pandangan dari hakikat sebelumnya.
2. Kurikulum Pendidikan Kurikulum pendidikan Idelaisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Maksudnya adalah untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan rasional, moral dan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan. Kurikulumnya diorganisasikan menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered). Menurut kurikulum pendidikan Realisme sebaiknya kurikulum itu meliputi : Sains,/ilmu pengetahuan alam dan matematika, Ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial serta nilai-nilai. Dan para filsuf Realisme percaya bahwa kurikulum yang baik diorganisasikan menurut mata pelajaran dan berpusat pada materi pelajaran (subject matter centered) dan ini hampirsama dengan kurikulum yang diterapkan pada pendidikan Idelaisme. Kemudian dalam pandangan Pragmatisme, kurikulum sekolah seharusnya tidak terpisahkan dari keadaan-keadaan yang riil dalam masyarakat. Maka dari itu Demokratis harus menjadi bentuk dasar kurikulum ;dan makna pemecahan ulang masalah-masalah lembaga demokratis juga harus dimuat dalam kurikulum. Sedangkan isi pendidikan Scholatisisme harus meliputi agama dan ilmu kemanusiaan (humanities). Disiplin matematika, logika, bahasa, dam retorika juga dipandang penting. Lain halnya dengan kurikulum yang dianut pendidikan eksistensialisme yang tidak berpusat pada materi pelajaran karena apapun yang dipelajari peserta didik merupakan suatu alat bagi peserta didik terebut dalam mengembangkan [pengetahuan diri (self knowledge) dan tanggung jawab diri (self responsibility).
3. Metode Pendidikan Pada pendidikan Idealisme struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, dan untuk menggunakan kriteria penilaian moral dalam situasi-situasi kongkrit dalam konteks pelajaran. Metode pendidikan Idealisme cenderung mengabaikan dasa-dasa fisiologis dalam belajar. Untuk pendidikan realisme metode yang disarankan bersifat otoriter. Dan evaluasi merupakan aspek penting dalam mengajar. Dalam metode yang di gunakan pada penganut pragmetisme ialah metode pemecahan masalah serta metode penyelidikan dan penemuan.sedangkan pada penganut Scholatisisme mengutamakanmetode latihan formal dalam rangka mendisiplinkan pikiran. Kemudian untuk para filsuf Eksistesialisme hendaknya pendidikan dilaksanakan dengan teknik-teknik pembelajaran nondirective.
4. Peranan Pendidik dan Peserta Didik Menurut para flsuf Idealisme, guru haruslah unggul agar menjadi teladan yang baik untuk siswanya sama halnya dengan pendidikan realism yang juga menekankan pada pentingnya memberikan pengetahuan dan nilai-nilai esensial bagi para siswa. Pada prinsip pendidikan Pragmatisme guru berperan sebagai pemimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh dengan minat siswa. Kemudian pada prinsip yang diterapkan Scholatisisme guru harus menjadi teladan yang baik bagi para siswanya sama seperti prinsip yang di anut hakikat-hakikat sebelumnya. Sedangkan pada hakikat penganut Eksistensialisme guru harus berperan sebagai pembimbing, karena itu pendidik harus bersikap demokratis.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar