Sekarang ini masih banyak orang tua, tenaga kependidikan PAUD dan guru yang
belum memahami filosofi dan konsep dasar dalam mendidik anak, akibatnya
pendidikan yang terjadi sering salah kaprah bahkan mengarahkan anak kepada hal
yang sala
Demikian juga
terhadap potensi anak yang luar biasa tidak dapat tergali dan berkembang dengan
baik, semua itu akibat kurang dan tidak dipahaminya konsep mendidik anak yang
baik. Hal itu disampaikan Kasi PAUD Dinas Diknas Kabupaten Sumbawa, Mukhlis
SPd, dalam pemaparannya pada kegiatan Orientasi Pembelajaran Tenaga Pendidik
PAUD dan Guru TK yang berlangsung belum lama ini di Hotel Cirebon Sumbawa
Besar.
Disampaikan Mukhlis, bahwa sebelum mengenal PAUD, mendidik anak dilakukan seperti apa adanya yang sudah menjadi tradisi orang tua terhadap anak-anak, tidak terpogram dengan baik, serta tidak pernah memandang anak memiliki potensi yang luar biasa.
Disampaikan Mukhlis, bahwa sebelum mengenal PAUD, mendidik anak dilakukan seperti apa adanya yang sudah menjadi tradisi orang tua terhadap anak-anak, tidak terpogram dengan baik, serta tidak pernah memandang anak memiliki potensi yang luar biasa.
Namun sekarang ini, jelasnya, sudah mulai terbangun pemikiran dan kesadaran
tentang pentingnya pendidikan anak usia dini yang dikatakan sebagai Golden Age
(usia emas) dan lebih dipandang sebagai sesuatu yang penting untuk
mengoptimalkan perkembangan anak. “Sekarang ini orang tua mulai sadar, bahwa
pendidikan anak usia dini tidak main-main terhadap potensi yang dimiliki
anaknya,” kata Mukhlis. Oleh karena itu kata Mukhlis, bahwa pelaksanaan
pendidikan harus dilandasi oleh ilmu pendidikan. “Pendidikan tanpa dilandasi
oleh ilmu pendidikan akan menghasilkan kegiatan pembelajaran yang tidak
mempunyai arah yang jelas,” paparnya.
Landasan pembelajaran pendidikan anak usia dini, katanya, bersumber dari
dasar pemikiran atau filsafat dan teori pendidikan sesuai dengan tumbuh kembang
anak berdasarkan usia anak. Pendidik dalam hal ini, bertugas menstimulasi
secara optimal melalui rangsangan pendidikan bagi anak untuk berkembang secara
holistik Oleh karena itu, kata Muchlis, sebagai tenaga pendidik harus memiliki
pemahaman dan ilmu bagaimana menjadi pendidik yang baik. “Ketika guru atau
pendidik memahami dan memilik ilmu dalam mendidik maka dengan mudah kita akan
memperlakukan anak tersebut,” jelasnya.
Pada kesempatan itu Mukhlis mengingatkan kepada pendidik dan gugu agar
jangan pernah bosan untuk menuntut dan menambah ilmu, melalui berbagai cara, diantaranya
melalui pelatihan, banyak membaca baik pengetahuan umum ataupun pengetahuan
khusus yang menyangkut anak usia dini. “Mengajar anak usia dini bagai mengukir
di atas batu, apa yang disampaikan akan seterusnya diingat oleh karena itu
pahatlah lukisan yang indah,” kata berfilsafat.
Filosofi PAUD
Dijelaskan Mukhlis, bahwa secara filosofi, pendidikan anak usia dini ada 2
pendekatan, pertama pendekatan Filosifi Relegius, bahwa dipandang dari sudut
agama pendidikan sangat dianjurkan untuk ditanamkan. Agama dalam hal ini
jelasnya, memberikan petunjuk yang tegas tentang perlu dan pentingnya
pendidikan semenjak usia dini dan pada umumnya pendidikan merupakan proses yang
terus menerus mulai anak dalam gendongan orang tua sampai manusia meninggal
dunia.
Mengutif pendapat Ki Hajar Dewantoro, Mukhlis menyatakan bahwa anak-anak
adalah mahluk hidup yang memiliki kodratnya masing-masing. Sementara pendidik
dalam hal ini hanya membantu menuntun kodratnya tersebut.“Jika anak memiliki
kodrat yang tidak baik, maka tugas pendidik untuk membantunya menjadi baik,
jika anak sudah memiliki kodrat yang baik, maka kita harus berusaha untuk
mengembangkannya agar ia menjadi lebih baik lagi,” paparnya.
Kodrat dan lingkungan merupakan faktor yang saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain. Sementara sistem pendidikan yang dipakai katanya,
adalah sistem ”among’’ yakni memberi kemerdekaan, kesukarelaan, demokrasi,
toleransi, ketertiban, kedamaian, kesesuaian dengan keadaan dan hindari
perintah dan paksaan. Sistem ini jelasnya, mendidik anak menjadi manusia yang
merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya serta dapat mencari
pengetahuan sendiri. “Filosofi Ki Hajar Dewantoro ini kita kenal dengan asah,
asih dan asuh,” jelasnya.
Teori-Teori PAUD
Dalam rangka mendidik anak usia dini, juga dikenal dengan berbagai teori
yang disampaikan oleh para ahli, diantaranya jelas Mukhlis, teori PAUD yang
disampaikan oleh Howard Gardner yang menyatakan bahwa pada hakekatnya setiap
anak adalah anak yang cerdas. Kecerdasan ini jelasnya, bukan hanya dipandang
dari faktor kecerdasan membaca dan berhitung saja, tetapi juga ada
kecerdasan-kecerdasan lain yang akan mengantarkan anak pada kesuksesan atau
dikenal dengan multiple intelegences. Multiple Intelegences ini jelas Mukhlis
seperti kecerdasan dalam bidang seni, olah raga, kecerdasan berbahasan dan
kecerdasan lainnya.
Kemudian teori yang disampaikan oleh Jean Piaget, bahwa kecerdasan anak
berkembang secara pesat, namun berfikir anak belun sistimatis, sering
berubah-ubah dari gagasan satu ke gagasan yang lain, dan belum logis. Salah
satu simbol yang dipakai adalah bahasa, oleh karena itu perkembangan bahasa
pada usia dini sangat cepat. Masih menurut Jean Piaget, jelas Mukhlis, bahwa
anak berfikir melalui kesan yang diterima inderanya yaitu apa yang dilihat,
yang didengar, diraba, dicium, dirasakan, dan gerakan-gerakan yang dilakukan.
Oleh karena itu kata Mukhlis, untuk mengembangkan cara berfikir anak, harus
diberikan rangsangan atau stimulus melalui inderanya.
Selain itu sambung Mukhlis dalam teori tersebut juga menyatakan bahwa anak
usia dini masih sering mengkhayakan sesuatu sebagaimana kenyataan. Dia
mencontohkan anak sering berbicara sendiri dengan benda yang ada di sekitarnya.
“Pada tahap ini anak sudah mulai berfikir abstrak tapi belum sempurna,”
jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar