Jumat, 30 Desember 2016

‘’Nilai-Nilai Luhur Dalam Reog’’


Tentunya sudah banyak yang mengetahui tentang kesenian khas Ponorogo yaitu Reog Ponorogo. Tapi apakah ada yang tahu bahwa dibalik gemerlapnya Reog Ponorogo ini ternyata terkandung nilai-nilai luhur yang patut untuk di teladani? Setiap unsur dalam kesenian ini ternyata mengandung nilai dan makna masing-masing. Dari beberapa sumber yang aku baca, Reog dulunya juga sebagai media dakwah ajaran Islam di daerah Ponorogo. Terlepas dari salah dan benarnya sumber tersebut tapi nilai-nilai yang terkandung memang menunjukkan sifat-sifat manusia dan perjalanan hidup manusia di dunia. Tidak ada salahnya jika kita mempelajarinya sebagai bekal hidup kita di dunia. Berikut nilai-nilai yang tersembunyi dalam kesenian Reog Ponorogo:
1. DADAK REYOG
Dadak reyog diambil dari bahasa arab “Riyoqun” yang bermakna Khusnul Khotimah. Hal ini bisa diartikan seluruh perjalanan hidup manusia dilumuri dengan berbagai dosa dan noda, bilamana sadar dan beriman yang pada akhirnya bertaqwa kepada Tuhan maka jaminannya adalah sebagai manusia yang sempurna dan menjadi muslim sejati. Dalam Reyog terdapat topeng Harimau (Barongan / Cekathakan ) yang angker dan angkuh dihiasi oleh bulu burung merak yang hijau kebiru – biruan dan mengkilat. Topeng harimau melambangkan kejahatan dan bulu merak melambangkan kebajikan. Ini mengingatkan kepada kita bahwa setiap kejahatan akan terkalahkan oleh kebajikan.
Selain warna bulu merak yang indah, kalau kita amati ada 4 (empat) warna yang dominan dalam kesenian reog yaitu hitam, putih, kuning dan merah. Warna – warna ini bukanlah tanpa makna namun para pinesepuh telah menempatkan warna yang mempunyai makna atau yang menyimbolkan nafsu – nafsu yang ada dalam diri manusia. Secara garis besar warna – warna itu menyimbolkan :
a. Warna Merah menyimbolkan nafsu AMARAH
b. Warna Putih menyimbolkan nafsu MUTH’MAINAH
c. Warna Hitam menyimbolkan nafsu ALWAMAH
d. Warna Kuning menyimbolkan nafsu SUFIYAH
Simbol nafsu manusia ini dapat dipahami secara mendalam oleh beberapa atau pemain dan penonton kesenian reog. Wacana ini dapat diterangkan oleh sesepuh atau penangkapan secara alami oleh penonton dan penari. Simbolisasi ini juga relevan dengan proses kejiwaan dalam ilmu kanuragan Jawa yaitu dimulai dari proses KANURAGAN, KASEPUHAN, KASUKSMAN dan KASAMPURNAN. Simbolisasi atas warna – warna dominan dalam kesenian Reog inilah yang dapat dipetik dari tujuan Tontonan yang bisa membawa ke arah Tuntunan.
2. KENDANG
Kendang diambil dari Bahasa Arab “Qoda’a” yang bermakna rem. Artinya sebagai manusi yang hidup dimuka bumi kita harus sadar bahwa kita tak akan hidup selamanya. Maka dari itu dibutuhkan rem untuk mengendalikan kehidupan kita agar tak terjerumus dalam keangkara murkaan.
Kendang menentukan irama cepat atau lambat dan berbunyi dang, dang, dang. Ndang artinya segeralah, berarti segeralah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
 3. KENONG
Kenong diambil dari Bahasa Arab “Qona’a” yang bermakna menerima takdir. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan kita dilarang untuk mengeluh dengan apa yang terjadi pada diri kita. Kita diwajibkan untuk selalu berusaha dan berdoa untuk merubah hidup kita.
Kenong memiliki suara nang, ning, nong, nung. Nang berarti ana, ning berate bening, nong berarti plong (mengerti), nung berarti dumunung (sadar). Maksutnya setelah manusia ada lalu berfikir dengan hati hyang bening maka dapat mengerti sehingga sadar bahwa keberadaannya tentu ada yang menciptakannya yaitu Allah SWT.
 4. KETIPUNG
Ketipung diambil dari Bahasa Arab”Katifun” yang berarti balasan. Setiap perbuatan yang kita lakukan dimuka bumi ini akan mendapatkan balasan dari tuhan kelak di hari akhir. Untuk itu kita dianjurkan untuk selalu berbuat kebajikan setiap waktu. Ketipung adalah kendang dengan ukuran kecil.
 5. KETHUK
Diambil dari Bahasa Arab “Khotok” yang berarti banyak salah. Manusia adalah tempatnya berbuat salah dan dosa, maka dari itu kita selalu diingatkan untuk selalu bertaubat.
Kethuk berbunyi thuk, artinya matuk atau setuju.
6. GONG KEMPUL
Gong berarti Gung, setiap amal manusia dipertanggungjawabkan dihadapan Yang Maha Agung. Kempul berasal dari Bahasa Arab “ Kafulun” artinya pembalasan atau imbalan. Setiap perbuatan yang kita lakukan akan dicatat oleh malaikat yang selalu menyertai kita. Kempul artinya kumpul atau jama’ah. Setelah ditabuh sekali dua kali, tiga kali disusul bunyi gong yang artinya agung. Lagu yang dibunyikan selalu berakhir dengan bunyi gong. Semua ibadah kita tujukan kepada yang Maha Agung.
 7. TEROMPET ATAU SULING
Diambil dari Bahasa Arab “Shuwarun” artnya peringatan. Hidup manusia didunia hanya sementara, kita selalu diingatkan untuk mengisi hidup kita dengan kebaikan.
Suling artinya eling atau ingat. Ingat kepada yang menjadikan hidup. Ingat bahwa hidup di dunia tidak lama. Ingat bahwa ada kehidupan yang kekal dan bahagia yang dapat dicapai dengan amal ibadah sebanyak-banyaknya.
8. ANGKLUNG
Berasal dari Bahasa Arab “Anqul” artinya peralihan. Artinya peralihan dari hal buruk menjadi baik.
 9. WAROK
Berasal dari bahasa Arab “Wira’I” artinya tirakat. Kehidupan dunia ini penuh godaan dari segala penjuru, untuk itu perlu tirakat untuk menjauhkan godaan-godaan tersebut.
10. PENADHON
Dari Bahasa Arab “Fanadun” artinya lemah. Setiap manusia memiliki kelemahan atau kekurangan-kekurangan, namun kita dilarang berputus asa karena kelemahan kita. Penadon adalah baju hitam yang dipakai oleh warok.
            11. USUS-USUS Atau KOLOR
Diambil dari Bahasa arab “ Ushusun” artinya tali atau ikatan. Manusia wajib berpegang teguh pada tali Allah dalam hubungan vertical kepada Tuhan YME dan hubungan dengan sesama manusia. Selain itu Islam sangat menganjurkan umatnya untuk selalu menjaga ikatan silaturahmi. Itulah, sebuah nilai yang terkandung dalam kesenian Reog Ponorogo. Aku rasa tidak hanya Reog Ponorogo saja, kesenian lain pasti juga mengandung nilai-nilai moral yang patut untuk diteladani. Jadi, mari kita pelajari dan kita lestarikan aset berharga ini.
   Tags : barongan, batoro katong, bupati ponorogo, dadak merak, dakwah islam, gamelan reyog, lembu kanigoro, ponorogo, reyog dan islam, reyog ponorogo, sejarah ponorogo, sejarah reyog


1 komentar: