Mungkin tidak lama lagi,
akan terdengar, akan terpampang tulisan yang dibaca “Merry Christmas”, atau
yang artinya Selamat Hari Natal. Dan biasanya, momen ini disandingkan dengan
ucapan Selamat Tahun …

Mungkin tidak lama lagi, akan terdengar, akan terpampang tulisan yang
dibaca “Merry Christmas”, atau yang artinya Selamat Hari Natal. Dan
biasanya, momen ini disandingkan dengan ucapan Selamat Tahun Baru.
Sebagian orang menganggap ucapan semacam itu tidaklah bermasalah, apalagi
yang yang berpendapat demikian adalah mereka orang-orang kafir. Namun hal ini
menjadi masalah yang besar, ketika seorang muslim mengucapakan ucapan selamat
terhadap perayaan orang-orang kafir.
Dan ada juga sebagian di antara kaum muslimin, berpendapat nyeleneh
sebagaimana pendapatnya orang-orang kafir. Dengan alasan toleransi dalam
beragama!? Toleransi beragama bukanlah seperti kesabaran yang tidak ada
batasnya. Namun toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di
dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga
bentuknya adalah membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam
acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.
Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya
perlakuan baik terhadap sesama muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan
seorang muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama
orang-orang kafir tidak memerangi kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
لا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ
يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah: 8)
Namun hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk
menggeneralisir sikap baik yang harus dilakukan oleh seorang muslim kepada
orang-orang kafir. Sebagian orang menganggap bahwa mengucapkan ucapan selamat
hari natal adalah suatu bentuk perbuatan baik kepada orang-orang nashrani.
Namun patut dibedakan antara berbuat baik (ihsan) kepada orang kafir dengan
bersikap loyal (wala) kepada orang kafir.
Alasan Terlarangnya Ucapan Selamat Natal
1- Bukanlah perayaan kaum muslimin
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan
bagi kaum muslimin hanya ada 2, yaitu hari ‘Idul fitri dan hari ‘Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya
untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata
: Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah
yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang
lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul
Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Sebagai muslim yang ta’at, cukuplah petunjuk Nabi
-shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi sebaik-baik petunjuk.
2- Menyetujui kekufuran orang-orang yang merayakan
natal
Ketika ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya kita
memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang
telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Nah,begitu juga dengan seorang yang muslim mengucapkan selamat natal kepada
seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat
setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari natal adalah
hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihish shalatu wa sallam. Dan
mereka menganggap bahwa Nabi ‘Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah
kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS.
Al-Kafirun: 6).
3- Merupakan sikap loyal (wala)
yang keliru
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti
loyal, menolong, atau memuliakan orang kita cintai, sehingga apabila kita wala
terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena
itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Ketika kita mengucapkan selamat natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta
kita perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian kita mengingkari, yang
diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang muslim diperintahkan
untuk mengingkari sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ
وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا
تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ
الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik
bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka
berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari
daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu
dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah:
4)
4- Nabi melarang mendahului
ucapan salam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى
بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara
dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167). Ucapan selamat natal
termasuk di dalam larangan hadits ini.
5- Menyerupai orang kafir
Tidak samar lagi, bahwa sebagian kaum muslimin turut
berpartisipasi dalam perayaan natal. Lihat saja ketika di pasar-pasar, di
jalan-jalan, dan pusat perbelanjaan. Sebagian dari kaum muslimin ada yang
berpakaian dengan pakaian khas perayaan natal. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah melarang kaum muslimin untuk menyerupai kaum kafir.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Pembicaraan Kelahiran Isa dalam Al Qur’an
Bacalah kutipan ayat di bawah ini. Allah Ta’ala
berfirman,
فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا (22)
فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ
قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا (23) فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلَّا
تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ
النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25)
“Maka Maryam mengandungnya, lalu ia mengasingkan
diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan
melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata:
‘Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang
tidak berarti, lagi dilupakan.’ Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah:
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak
sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya
pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam:
22-25)
Kutipan ayat di atas menunjukkan bahwa Maryam
mengandung Nabi ‘Isa ‘alahis salam pada saat kurma sedang berbuah. Dan musim
saat kurma berbuah adalah musim panas. Jadi selama ini natal yang diidetikkan
dengan musim dingin (winter), adalah suatu hal yang keliru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar