Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang
berbeda dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika
progressivisme menganggap pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka
untuk perubahan, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, toleran dan
nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran Esensialisme ini
memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas
dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah,
mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya
pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan
telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan
terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan
filsafat yang korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan
zaman Renaisans, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis
awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke
sembilan belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak
Esensialisme. Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat
eklektik, artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung
Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak melepaskan
sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat
tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern
sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Idealisme
modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak
terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai
makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji
menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya, manusia akan dapat mencapai
kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme
yang disarikan oleh William C. Bagley adalah sebagai berikut :
1.
Minat-minat yang
kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat
atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2.
Pengawasan
pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa balita
yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3.
Oleh karena
kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan
tersebut.
4.
Esensialisme
menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
Kok ngga ada sumber
BalasHapus