Jumat, 23 Desember 2016

METAFISIKA



Bidang filsafati yang di sebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Di ibaratkan pikmiran adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka metafisika adalah landasan peluncurannya, dunia sepintas lalu kelihatan sangat nyata ini, ternyata menimbulkan berbagai macam spekulasi filsafati tentang hakikatnya.
Prinsip-prinsip materialisme ini di kembangkan oleh Democritos (460-370 S.M). dia mengembangkan teori tentang atom yang di pelajarinya dari gurunya Leucippus. Bagi democritos. Unsur dasar dari alam ini adalah atom.
Disini kaum yang menganut mekanistik ditentang oleh kaum vitalistik. Kaum mekanistik melihat gejala alam (termasuk mahluk hidup) hanya gejala kimia fisika semata. Sedangkan bagi kaum vitalistik hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara substanstif dengan proses tersebut di atas.
Secara fisiologis otak manusia terdiri dari 10 sampai 15 biliun neuron. Neuron adalah sel saraf yang merupakan dasar dari keseluruhan sistem saraf. Cara bekerja otak ini merupakan objek telaah dari berbagai disiplin keilmuan seperti fisiologi, psikologi, kimia, matematika, fisika teknik dan neuro- fisiologi. Sudah merupakan kenyataan yang tidak usah lagi di perdebatkan bahwa proses pemikiran manusia menghasilkan pengetahuan tentang zat (objek yang di telaahnya.
Aliran monistik mempunyai pendapat yang tidak membedakan antara pikiran dan zat :mereka hanya berbeda dalam gejala di sebabkan proses yang berlainan  namun mempunyai substansi yang sama. Ibarat zat dan energi, dalam teori relativitas einstein, energi merupakan bentuk lain dari zat. Jadi yang membedakan robot dengan manusia bagi kaum yang menganut paham monistik hanya terletak pada komponen dan struktur yang membangunnya dan sama sekali bukan terletak pada substansinya yang pada hakikatnya berbeda secara nyata.
Locke sendiri menganggap bahwa pikiran manusia pada mulanyadapat diibaratkan lempeng lilin yang licin (tabula rasa) di mana pengalaman indra kemudian melekat pada lempeng tersebut dengan demikian pikiran dapat di ibaratkan sebagai organ yang menangkap dan menyimpan pengalaman indera.berkeley terkenal dengan pernyataannya,”To be is to be perceived!”(ada adalah di sebabkan persepsi!).
To be is be perceived
(BERKELEY)
To be is not to be
(HAMLET)
To be do be do(diam! diam!)
(ARIE KUSMIRAN)
(Siapa bilang filsafat, sastra, dan lagu tak bisa berdampingan?). Bagi Berkeley maka buah apel itu hanya ada dalam pikiran seseorang. Jadi kalau tak ada yang memikirkan buah apel itu tak kan ada? Tanya seorang. Tetap saja ada,bersikeras Uskup Berkeley,apel itu ada dalam pikiran Tuhan.(salah satu jawaban yang paling orisinil dalam masalah tentang metafisika, Geleng Kemeny,namun sulitnya bagaiman kita mengetahui pikiran Tuhan itu sebenarrnya). Begini, jawab saya mungkin bisa, (disebelah kanan saya adalah profesor-profesor metafisik; disebelah kiri saya adalah kanak-kanak yang serba ingin tahu dan sebelum kenal dusta), pada hakikatnya ilmu tidak dapat dilepaskan dari metafisika,namun beberapa jauh kaitan itu semuanya tergantung kita.
Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan alam ini sebagaimana adanya.Kalau memang itu tujuannya maka kita tidak bisa melepaskan diri dari masalah-masalah yang ada di  dalamnya, bukan? Makin jauh kita beravuntuh dalam penjelajahan ilmiah masalah-masalah tersebut diatas mau tidak mau akan timbul: apakah dalam batu-batuan yang saya pelajari di laboratorium terpendam proses kimia fisika atau bersembunyi roh yang halus? Apakah manusia yang begitu hidup: tertawa,menangis dan jatuh cinta; semua itu proses kimia fisika juga?.Apakah pengetahuan yang saya dapatkan bersumber pada kesadaran mental ataukah hanya rangsangan pengindraan belaka?
Jadi pada dasarnya tiap ilmu boleh memiliki filsafat individual yang berbeda-beda: dia bisa menganut paham mekanistik; dia bisa menganut paham vitalistik; dia boleh setuju dengan Thomas Hobbes yang materialistik atau George Berkeley yang idealistik.    
Sekiranya terdapat dua orang dokter yang sedang mengukur tekanan darah seseorang dan mengaitkannya dengan kadar kolestrol di dalamnya, maka bahwa seorang yangtermasuk kubu mekanistik dan yang seorang lagi kubu vitalistik dalam preoses pemeriksaan ini komitmen filsafati mereka adalah tidak relevan lagi.Baru setelah dua dokter itu selesai bekerja dan menggantungkan jubah putihnya, mereka berpisah dengan memilih koridor spiritualnya masing-masing yang berbeda-beda, dalam berkontemplasi dan memberikan makna.”betapa luhurnya manusia,”bisik dokter yang satu.(pasiennya yang tadi adalah seorang tua yang sudah uzur:menderita tekanan darah tinggi dan sudah renta ,namun terpaksa membanting tulang untuk menghidupi keluarganya.) Ah,nunc scio quid sit amor.akhirnya ku tahu juga wajah cinta.“Betapa keroposnya manusia”, bisik dokter yang lainnya (dalam buku kecilnya tercatat: cholesterol 350, tekanan darah 90 x 180, kencing manis, asma, etcetera.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar