Ribuan situs bahkan mungkin dapat mencapai jutaan peninggalan
sejarah ada di Negeri Indonesia tercinta ini, belum lagi yang masih terpendam
didalam tanah belum terungkap dan yang baru muncul dan diketemukan oleh
masyarakat, lalu diungkap oleh dinas purbakala, bangga rasanya jika menilik
kondisi semacam ini, pertanda bahwa para leluhur adalah manusia yang luar biasa
memiliki sikap serta pekerti, cerdas serta fight, memiliki rasa seni yang
tinggi terlihat dari sisa peninggalannya dan lainnya. Penulis berkesempatan
mengunjungi salah satu situs berada di Banten Lama bersama Blogger Tangsel dan
blogger lintas Banten.
Situs “Kaibon” yang berada dibawah kekuasaan Keraton
Surosowan menjadi tujuan pertama perjalanan ini, karena ingin melihat dari
dekat keaslian cerita mengenai situs tersebut. Kerajaan Kasultanan Banten yang
dihancurkan belanda ini terasa sekali sisa aura keindahan seni bangunannya
dengan berbagai aspek filosofi yang tercetak pada dinding tembok dan bangunan
yang masih tersisa dengan lekuk liku Unik arsitektur yang berdiri gagah dan
pengaturan kontur split level pada lantainya merupakan perpaduan apik sebuah
cerita sejarah peninggalannya yang memiliki rasa seni bangun yang tinggi meski
sekarang hanya tinggal puing seperti gigi yang akan tanggal menyisakan sisa
gripisan. Di Situs Kaibon ini bentuk bangunannya terpengaruhi antara tradisi
seni bangun yang sedang ngetren pada masanya seperti dimasukkannya bangunan
yang bergaya seni candi bentar, tetapi yang terlihat dominan pada bangunan ini
adanya pengaruh Islam. Pesan agama islam sangat kental, seperti, : Adanya lima
pintu masuk yang berada didepan istana, memiliki makna sholat 5 waktu.
Istananya sendiri menghadap ke Barat artinya menghadap ke Kiblat. Istana
dibangun dilingkari oleh kanal yang bemuara ke laut, ternyata untuk lancarnya
lalu lintas menuju wilayah luar terutama hubungannya ke Istana Surosowan, Kanal
merupakan sumber kehidupan karena manusia tidak dapat lepas dari kebutuhan
pokok yaitu air. Di Kamar kaputren tempat Ratu Aisyah dibuatkan pendingin udara
alami dibawah kamar dibuat lubang air yang besar yang bersumber dari Kanal
tersebut.
Didalam Istana ada Masjid besar dan bagus, berada dibangunan
utama. Sebenarnya didalam Istana Kaibon itu sendiri menyiratkan bermacam-macam
makna dan filosofisnya. Betapa bangga Negeri ini memiliki berbagai-bagai
peninggalan sejarah beraneka ragam bentuk budaya serta seni yang adiluhung.
Senyatanya hanya beberapa gelintir manusia yang mau peduli bahkan sangat
mensyukuri namun terkadang yang mau peduli malahan langkahnya terganjal oleh
langkah-langkah yang berkhasanah dana, segala sesuatu memang bermuara dengan
masalah pendanaan. Tidak dipungkiri bahwa semua manusia berada di Bumi ini
melalui proses sejarah panjang sehingga terbentuklah sebuah peradaban yang seharusnya
semakin kemari semakin dapat dibanggakan dikarenakan sudah mendapatkan banyak
contoh, pengalaman taktik cara mengendalikan lawan secara halus maupun brutal.
Tentunya masih banyak lagi maksud serta makna yang ada di bangunan Istana yang
ditinggali oleh Ratu Aisyah Ibunda dari Sultan Syafiudin. Menurut sejarah,
Kaibon merupakan bentuk persembahan kasih Sultan Syafiudin kepada Ibundanya,
karena pendampingan dari Ibu lah maka ketika berusia 5 tahun sudah diangkat
menjadi Sultan, hingga beranjak dewasa semua berjalan lancar, hingga setelahnya
mempersembahkan Istana Kaibon ini kepada Ratu Aisyah.
Pada saat berkunjung
ke Situs tersebut sungguh, penulis sangat kagum dan terpaku dengan sisa-sisa
bangunan istana yang Unik dengan lahan seluas 4 Ha tanah, ditandai adanya pohon
beringin Besar menjadi ciri khas kerajaan di Jawa yang terpengaruh oleh
kedatangan Agama Budha pada masanya, disini ditambah adanya Kanal melingkari
Komplek Situs tersebut, pertanda kesuburan selalu menyertai Istana tersebut.
Faktor air memang menandakan kesuburan dimana kebutuhan pokok pertanian dapat
selalu tercukupi, belum lagi hasil dari dalam air itu sendiri menjadi kebutuhan
pokok lauk-pauk manusia yang syarat gizi. Situs Kaibon ini berada didesa
Kroya, Kelurahan Kasunyatan Kecamatan Kasemen Banten lama. Seakan dapat
tergambar dan terbayang yang terjadi dimasa lalu, dengan hiruk pikuknya
kegiatan disuasana keraton pada zaman ke emasannya, yang kuat dengan pengaruh
Islam. Tergambar dari sisa bangunan mesjid merupakan bangunan utama yang berada
didalam keraton dengan perlengkapannya seperti pilar-pilar besar serta masih
tersisanya mimbar. Jujur dalam hati sekaligus ngenes melihat secara
keseluruhan situasi kondisi dilingkungan sekitar daerah Banten lama yang nota
bene bekas Ibukota kerajaan pada abad 19 sepertinya benar-benar terpuruk
dikarenakan imbas dari penutupan Keraton oleh kolonial, ditutup secara paksa
hanya oleh seorang gubernur jendral belanda.
Diantara puing-puing tersebut ada sosok nilai sejarah yang
sangat tinggi dengan dilatar belakangi sikap tegas oleh prinsip kuat dari
Sultan yang tidak mau patuh tunduk atas perintah Kolonial yang pada waktu itu
berkuasa adalah Herman willlem daendels. Permintaan Daendeles untuk menyediakan
tenaga kerja guna membangun pelabuhan yang akan dibangun di Ujung Kulon,
rencana pembangunan jalan Anyer-Panarukan dan memindahkan Ibukota
ke Anyer, apa yang terjadi? Dengan kekuatan yang tidak imbang Istana Surosowan
yang dibangun dengan susah payah dengan cucuran keringat rakyat dan dana yang
tidak sedikit sangat mudah dihancurkan dalam waktu yang sekejab dalam
penyerangan membabi buta. Sementara Sultan dan keluarganya disekap di Puri
Intan di Istana Surosowan. Kemudian dengan semena-mena di penjarakan di Benteng
Speelwijk, Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin diasingkan dan
dibuang ke Batavia. Dengan pengumuman yang semena-mena pula bahwa Kesultanan
Banten resmi dihapuskan pada tahun 1813. Jika membaca sejarah yang demikian
terasa menyedihkan sungguh menggenaskan, seorang pemimpin yang berusaha
menggalang, menata serta melanjutkan kemajuan kepemerintahannya tiba-tiba
dirusak dalam sekejab, buktinya sisa puing yang ada di situs tersebut.
Apakah pemangku kepentingan yang sedang berkuasa di Banten
dengan pihak yang terkait tidak merasa terpanggil untuk membuat situs-situs ini
ditata kembali sesuai aslinya, minimal diberi atab, dengan tidak merubah
sedikitpun bangunan yang ada, sehingga merupakan perwujudan Istana
kembali. Selayaknya hal semacam ini Belanda lah yang bertanggung jawab untuk
memperbaiki kembali situs dari kerajaan yang dirusaknya. Barangkali juga
menunggu uluran tangan dari UNESCO Bukan sekedar lubang berair atau kolam
pemandian, ruang ini adalah ruang pendingin kamar Ratu Aisyah, dengan lubang
yang dialiri air sungai, tentunya air sungainya masih sangat bersih dan alami,
lalu ditemboknya ditanam balok-balok kayu. Dengan air berada dibawah udara pun
menjadi terasa sejuk segar, semua serba alami tidak ada polusi udara
diakibatkan listrik dari benda elektronik dari mesin pendingin ruangan.
Dilihat dari segi
keindahan wilayahnya Secara kasat mata pedesaan, perkotaan dan lingkungan di
Banten lama ini yang kebetulan letak dari keberadaan situs ini sepertinya
suasana pembangunannya jalan ditempat. Masih nampak kekumuhan, sampah bertumpuk
tanpa tuan, tiadanya sentuhan permainan manis landscape atau tetumbuhan hias
yang tertata, berdebu, ini gambaran kegersangan kesan yang penulis dapatkan.
Disekitaran daerahnya, terlihat hiruk pikuk kendaraan yang berlalu lalang
memenuhi hasratnya sendiri tanpa terpengaruh dengan lingkungan. Dari sekian
jalanan masih compang-camping apalagi disetiap jalan kecil yang menuju
perkampungan belum ternampak jalan yang mulus. Mengapa tidak ada greget bagi
masyarakat yang menghuni bergandeng tangan dengan pemangku kepentingan dipucuk
pimpinan daerah dan Propinsi tidak berhasratkah untuk memperhatikan lingkungan
terutama perbaikan infrastruktur yang mengutamakan adanya drainase, karena
terlihat ketika hujan tiba air menggenang memenuhi jalan. Sehingga membuat
jalan-jalan yang sudah diperbaiki menjadi hancur karena genangan yang digerus
oleh kendaraan yang bertonase tinggi. Ini gambaran nyata terlihat bagi orang
awam yang tidak tau seluk beluk dana APBD dan lainnya yang sudah dikucurkan
atau belum, sampai kemana arahnya namun yang jelas tampak adalah sesuatu
ketertinggalan dan terbukti demikian.
Ditingkah dengan
pedagang kaki lima yang sesukanya membuka lapak tanpa ada garis batas aturan.
Sayang sekali karena di Banten lama ini menyimpan banyak sejarah yang bernilai
sangat tinggi, Situs Kaibon, situs Keraton Surosowan, ada Benteng
Speelwijk, ada Masjid Agung, dimana terdapat Makam Maulana Hasanudin serta
Sultan lainnya, bahkan tempat Ziarah dengan pengunjung yang tidak pernah sepi,
tidak jauh dari Masjid Agung ada Vihara Avalokitesvara. Artinya banyak
pengunjung dari luar kota pastinya mengharapkan fasilitas perjalanan yang
nyaman bagi mata maupun kenyamanan berkendara. Hal-hal yang membuat situs
Kaibon ini kurang manis, adalah: Adanya Jemuran di pagar situs. Pemandangan
kurang sedap ketika memasuki komplek Situs Kaibon, bangunan kumuh berdempetan,
seolah-olah berebut lahan, setelahnya dengan senaknya melakukan penjemuran
seadanya di pagar situs Kaibon, padahal sudah pasti kunjungan ke situs tersebut
tentunya tidak hanya dari penduduk sekitar, pastinya banyak juga dari segala
rupa negara karena situs ini sudah banyak tersebar ke Dunia maya. Bangunan liar
di Kanal berikut WC umum Dialiran sungai cantik ini yang aliranya mengitari
area Kaibon, sudah didisain sedemikian rupa dari pembangunan awal keraton
Kaibon ini, tetapi sekarang pemandangan disudut Situs, justru tumbuh bangunan
liar yang sangat kumuh, selain bangunan diatas air, yang menyedihkan lagi Kanal
ini digunakan sebagai WC artinya mereka membuang sampah serta sampah manusia di
aliran sungai tersebut, betapa carut marutnya keadaan sekitaran komplek situs
itu. Selayaknya biarkan air mengalir sesuai kodratnya lalu biarkan rumput
tumbuh dari pelataran situs menyentuh pinggir kanal.
Disekitar tepiannya mudah menjadi permainan para penata taman
dengan sedikit tanaman hias serta sentuhan tsnsmsn bunga kecil, pasti mata yang
memandang sangat terhibur oleh pemandangan yang ada, apalagi jika kanalnya
bening. Penulis percaya pada zamannya pasti sangat indah, sebuah bangunan keraton
yang dirancang sebagai penunjang keindahan lingkungannya menjadi megah dan
sungai ini sebagai batas tepi dari halaman taman dari situs Kaibon tersebut,
terbayang oleh penulis keraton Kaibon ini dipenuhi taman bunga warna warni
karena pemiliknya adalah seorang Ratu-Ratu Aisyah. Konon sungai ini pada
zamannya menjadi pusat lalu lintas penghuni Keraton Kaibon, dapat dibayangkan
betapa Indahnya pada zaman itu dengan pemandangan yang sempurna apiknya.
Mempromosikan situs Kaibon kepada Dunia Untuk sumbang sih atas cintanya kepada
Warisan leluhur banyak cara dapat dilakukan, antara lain dengan mempromosikan
secara mengenalkan Peninggalan sejarah daerahnya kepada seluruh Dunia dengan
cara semampunya.
Moment Pernikahan di
Situs Kaibon dijadikan ajang Promosi Pariwisata di Banten Lama Ketika seseorang
putra daerah berhasrat membantu membangun Banten supaya lebih maju melalui
Pariwisata khususnya kepada dunia luar dengan mengangkat momentum pernikahan
yang diadakan di cagar budaya. Dengan demikian keberadaan peninggalan sejarah
daerahnya sedikit banyak dapat disebar luaskan. Atas dasar keprihatinannya
dengan keadaan yang kotor dilingkungan situs ini, merupakan semakin kuatnya
Nury Sibli untuk berniat membersihkan Situs Kaibon ini, tentunya tidak
ujug-ujug saja bebersih tanpa ada sesuatunya sekaligus bersamaan dengan rencana
akad di sana. Dengan memangkas rumput liar yang ada di Situs Kaibon, menyumbang
tempat sampah agar sampah dari pengunjung tidak berserakan. Banyak
masalah lingkungan disekitar Situs seperti,: Adanya coretan didinding-dinding
situs Adanya Jamban sangat kumuh serta rumah liar dibangun diatas sungai Adanya
pakaian warga yang diljemur dipagar situs, Adanya sampah yang berserakan karena
tidak adanya fasilitas tempat sampah Adanya binatang ternak yang dilepas secara
liar, dengan meninggalkan tinja meski kotoran tersebut bagus untuk pupuk, namun
jika tidak dikelola secara benar akan membuat geli para pengunjung. Kurang
terperhatikannya fasilitas di Toilet umum Kebetulan mereka adalah warga asli
yang masih kerabat dari Kesultanan Banten, almarhum Abahnya seorang Kyai
dikenal banyak Masyarakat disana dan mempunyai pesantren. Mempromosikan situs
Kaibon dalam balutan dekorasi cantik semarak bunga yang tersebar dengan
sendirinya menambah indah situs Kaibon tersebut. Kebetulan lagi mereka adalah
wartawan senior, hanya itu yang mereka dapat lakukan untuk membantu keberadaan
daerahnya.
Menurut sumber
langsung dari Nury Sybli ide ini ada karena sebuah keprihatian sebuah situs
yang kurang terperhati. Dengan memotret kawasan yang sudah didandani dengan
dekorasi yang wah, tentunya membuat Kaibon semakin semarak terlihat, pada
dasarnya memang kondisi Kaibon yang ada dengan kehijauan rumput terlihat indah
kontras dengan bangunan yang tinggal puing berdiri.
Semoga Situs Kaibon
ini segera mendapatkan bantuan dana untuk pembenahan, dengan dikembalikan
seperti adanya diberi atab-atab serta tembok yang roboh di susun ulang. Hingga
dapat berdiri megah. Tidak lupa ditambah sentuhan tanaman hias dan bunga klasik
yang ada pada masanya, aliran sungai pun dinormalisasikan tiada bangunan liar
yang menambah kekumuhan yang ada di Situs Kaibon tersebuit. Pada akhirnya
pengunjungpun dapat membayangkan kembali jaman keemasan yang pernah dialami
para Leluhur Kesultanan Banten dimasa lalu. Paling tidak, dapat mencontoh
Bangunan candi yang lainnya seperti Borobudur, Prambanan, dimana lingkungan
Komplek Radius sekitarnya rapi dan bersih. Tulisan ini merupakan kekaguman
penulis terhadap peninggalan sejarah di Negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar