Sebagai reaksi dalam tuntutan zaman yang ditandai oleh suasana hidup yang
menjurus kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang
mulai terasa sejak abad ke15, realisme dan idealisme perlu menyusun
pandangan-pandangan yang modern. Untuk itu perlu disusun kepercayaan yang dapat
menjadi penuntun bagi manusia agar dapat jadi penuntun bagi manusia agar dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan itu. Kepercayaan yang dimaksud
diusahakan tahan lama, kaya akan isinya dan mempunyai dasar-dasar yang kuat.
Dasar-dasar yang telah diketemukan, yang akhirnya dirangkum menjadi konsep
filsafat pendidikan esensialisme ini, tamapk manifestasinya dalam sejarah dari
zaman Renaisans sampai timbulnya Progresivisme.
1. Pandangan Mengenai Realita
Sifat yang menonjol dari ontologi
esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang
tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula, ini
berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah
disesuaikan dengan tata tersebut. Dibawah ini adalah uraian mengenai
penjabarannya menurut realisme dan idealisme.
a. Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme
obyektif karena mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam serta tempat
manusia didalamnya. Terutama sekali ada dua golongan ilmu pengetahuan yang
mempengaruhi realisme ini.
Dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat
dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisik ini dapat dipahami berdasarkan
adanya tata yang jelas khusus. Ini berarti bahwa suatu kejadian yang
sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, seperti misalnya daya
tarik bumi.
b.
Idealisme
obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan
realisme obyektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa pandangan-pandangannya
bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan
landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah
jiwa atau spirit, idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu
yang ada ini nyata. Ajaran-ajaran Hegel memperjelas pandangan tersebut diatas.
2.
Pandangan
Mengenai Nilai
Nilai, seperti halnya pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari
sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan
yang timbul dari realisme dan idealisme. Kedua aliran ini menyangkutkan masalah
nilai dengan semua aspek peri kehidupan manusia yang berarti meliputi
pendidikan. Pandangan dari dua aliran ini, yang mengenai nilai pada umumnya dan
nilai keindahan pada khususnya akan dipaparkan berikut ini.
Untuk hal yang pertama, dapatlah ditunjukan bahwa nilai mempunyai pembawaan
atas dasar komposisi yang ada. Misalnya, kombinasi warna akan menimbulkan kesan
baik, bila penempatan dan fungsinya disesuaikan dengan pembawaan dari
komponen-komponen yang ada.Untuk hal yang kedua, dapatlah diutarakan bahwa
sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan
kualitas baik dan buruk.
3. Pandangan Mengenai Pendidikan
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umum,
simplikatif dan selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat
memberikangambaran mengenai bagian-bagian utama dari esensialisme. Disamping
itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai faham esensialistis
yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme
timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri,
sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad
pertengahan. Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat
menanggapi hidup yang mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang
ciri-cirinya telah ada sejak zaman Renaisans.
Tokoh yang perlu dibicarakan dalam rangka menyingkap sejarah esensialisme
ini adalah William T. Harris (1835-1909). Sebagai tokoh Amerika Serikat yang
dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme obyektif pada
pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah mengijinkan terbukanya
realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan (pasti) bersendikan kesatuan
spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah
turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada masyarakat.
Oleh karena terasaskan adanya saingan dari progresivisme, maka pada sekitar
tahun 1930 timbul organisasi yang bernama Esentialist Comittee for the
Advancement of Education. Dengan timbulnya Komite ini pandangan-pandangan
esensialisme (menurut tafsiran abad xx), mulai diketengahkan dalam dunia
pendidikan.
4. Pandangan Mengenai Pengetahuan
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran
pandangan sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis
evolusionistis. Sedangkan menurut idealisme, pandangan mengenai pengetahuan
bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan
refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan
mikrokosmos.
5. Pandangan Mengenai Belajar
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi
individual dengan menitikberatkan pada aku, menurut idealisme, seseorang
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju kemakrokosmos.
Sebagai contoh,
dengan landasan pandangan diatas, dapatlah dikemukakan pandangan Immanuel Kant
(1724-1804). Dijelaskan bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia
lewat indera memerlukan unsur a priori, yang tidak didahului oleh pengalaman
lebih dahulu.
6. Pandangan Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal
pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan ini,
kegiatan-kegiatan pendidikan dilakukan. Pandangan dari dua tokoh dipaparkan
dibawah ini.
Herman Harrell
Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This New Educationmengatakan
bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal, yaitu watak
manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam
pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik tersebut.
Atas dasar ketentuan ini berarti bahwa kegiatan atau keaktifan anak didik tidak
terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen itu.
Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan
hal-hal yang lebih jelas dari Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum
dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang
lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat
bagian, ialah :
a)
Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari
segala manifestasi hidup manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan
alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu
pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
b)
Sivilisasi.
Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan
sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar
kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
c)
Kebudayaan.
Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan,
agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d) Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak
bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia
didunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan
segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi
esensialisme merupakan semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai
ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya,
kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola
idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan
sosial yang ada dimasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar