Alam tabi'at atau alam fisik, Manusia sebagai wujud yang materi, maka
selama di alam materi ini ia tidak akan lepas dari hubungannya dengan materi
secara interaktif, dan hubungannya dengan materi menuntutnya untuk menggunakan
alat yang sifatnya materi pula, yakni indra (al hiss), karena sesuatu
yang materi tidak bisa dirubah menjadi yang tidak materi (inmateri). Contoh
yang paling konkrit dari hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya
materi pula adalah aktivitas keseharian manusia di dunia ini, sepert makan,
minum, hubungan suami istri dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam tabi'at
yang materi merupakan sumber pengetahuan yang "barangkali" paling awal
dan indra merupakan alat untuk berpengetahuan yang sumbernya tabi'at.
Tanpa indra manusia tidak dapat mengetahui alam
tabi'at. Disebutkan bahwa, barang siapa tidak mempunyai satu indra maka ia
tidak akan mengetahui sejumlah pengetahuan. Dalam filsafat Aristoteles klasik
pengetahuan lewat indra termasuk dari enam pengetahuan yang aksioamatis (badihiyyat).
Meski indra berperan sangat signifikan dalam berpengetahuan, namun indra hanya
sebagai syarat yang lazim bukan syarat yang cukup.
Peranan indra hanya memotret realita materi yang sifatnya parsial saja, dan
untuk meng-generalisasi-kannya dibutuhkan akal. Malah dalam kajian filsafat
Islam yang paling akhir, pengetahuan yang diperoleh melalui indra sebenarnya
bukanlah lewat indra. Mereka mengatakan bahwa obyek pengetahuan (al ma'lum)
ada dua macam, yaitu, (1) obyek pengetahuan yang substansial dan (2) obyek
pengetahuan yang aksidental. Yang diketahui secara substansial oleh manusia
adalah obyek yang ada dalam benak, sedang realita di luar diketahui olehnya
hanya bersifat aksidental. Menurut pandangan ini, indra hanya merespon saja
dari realita luar ke relita dalam.
Pandangan Sensualisme (al-hissiyyin).Kaum
sensualisme, khususnya John Locke, menganggap bahwa pengetahuan yang sah dan
benar hanya lewat indra saja. Mereka mengatakan bahwa otak manusia ketika lahir
dalam keadaan kosong dari segala bentuk pengetahuan, kemudian melalui indra
realita-realita di luar tertanam dalam benak. Peranan akal hanya dua saja
yaitu, menyusun dan memilah, dan meng-generalisasi. Jadi yang paling berperan
adalah indra. Pengetahuan yang murni lewat akal tanpa indra tidak ada.
Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa realita yang bukan materi atau yang
tidak dapat bersentuhan dengan indra, maka tidak dapat diketahui, sehingga pada
gilirannya mereka mengingkari hal-hal yang metafisik seperti Tuhan.
Alam Akal. Kaum Rasionalis, selain alam tabi'at
atau alam fisika, meyakini bahwa akal merupakan sumber pengetahuan yang kedua
dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka menganggap akal-lah yang
sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya pembantu saja. Indra
hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya, namun yang
menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa akal
tidak ada artinya. Tetapi tanpa indra pangetahuan akal hanya tidak sempurna,
bukan tidak ada.
Aktivitas-aktiviras
Akal, Menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik kesimpulan adalah
mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang general.
Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif. Mengetahui
konsep-konsep yang general. Ada dua teori yang menjelaskan aktivitas akal
ini, pertama, teori yang mengatakan bahwa akal terlebih dahulu
menghilangkan ciri-ciri yang khas dari beberapa person dan membiarkan
titik-titik kesamaan mereka. Teori ini disebut dengan teori tajrid dan intiza'. Kedua,
teori yang mangatakan bahwa pengetahuan akal tentang konsep yang general
melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi, perekaman benak,
dan generalisasi.Pengelompokan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan
segala yang ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita
yang dikelompokkan ke dalam substansi, dan ke dalam aksdensi (yang sembilan
macam),pemilahan dan penguraian.,penggabungan dan penyusunan,kreativitas.
Analogi (Tamtsil), Termasuk alat
pengetahuan manusia adalah analogi yang dalam terminologi fiqih disebut
qiyas. Analogi ialah menetapkan hukum (baca; predikat) atas sesuatu dengan
hukum yang telah ada pada sesuatu yang lain karena adanya kesamaan antara dua
sesuatu itu. Analogi tersusun dari beberapa unsur; (1) asal, yaitu kasus
parsial yang telah diketahui hukumnya. (2) cabang, yaitu kasus parsial yang
hendak diketahui hukumnya, (3) titik kesamaan antara asal dan cabang dan (4)
hukum yang sudah ditetapkan atas asal.Analogi dibagi dua yaitu, analogi
interpretatif : Ketika sebuah kasus yang sudah jelas hukumnya, namun tidak
diketahui illatnya atau sebab penetapannya. Dan analogi yang dijelaskan
illatnya : Kasus yang sudah jelas hukum dan illatnya.
Hati dan Ilham, Kaum
empiris yang memandang bahwa ada sama dengan materi sehingga sesuatu yang
inmateri adalah tidak ada, maka pengetahuan tentang in materi tidak mungkin
ada. Sebaliknya kaum Ilahi ( theosopi) yang meyakini bahwa ada lebih luas dari
sekedar materi, mereka mayakini keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan
tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi lewat akal atau hati.Tentu yang
dimaksud dengan pengetahuan lewat hati disini adalah penngetahuan tentang
realita inmateri eksternal, kalau yang internal seperti rasa sakit, sedih,
senang, lapar, haus dan hal-hal yang iintuitif lainnya diyakini keberadaannya
oleh semua orang tanpa kecuali.
Bagaimana mengetahui
lewat hati ?
Filusuf Ilahi Mulla Shadra ra. berkata,
"Sesungguhnya ruh manusia jika lepas dari badan dan berhijrah menuju
Tuhannya untuk menyaksikan tanda-tanda-Nya yang sangat besar, dan juga ruh itu
bersih dari kamaksiatan-kemaksiatan, syahwat dan ketarkaitan, maka akan tampak
padanya cahaya makrifat dan keimanan kepada Allah dan malakut-Nya yang sangat
tinggi. Cahaya itu jika menguat dan mensubstansi, maka ia menjadi substansi
yang qudsi, yang dalam istilah hikmah teoritis oleh para ahli
hikmat disebut dengan akal efektif dan dalam istilah syariat kenabian disebut
ruh yang suci. Dengan cahaya akal yang kuat, maka terpancar di dalamnya -yakni
ruh manusia yang suci- rahasia-rahasia yang ada di bumi dan di langit dan akan
tampak darinya hakikat-hakikat segala sesuatu sebagimana tampak dengan cahaya
sensual mata (alhissi) gambaran-gambaran konsepsi dalam kekuatan mata
jika tidak terhalang tabir. Tabir di sini -dalam pembahasan ini- adalah
pengaruh-pengaruh alam tabiat dan kesibukan-kesibukan dunia, karena hati dan
ruh -sesuai dengan bentuk ciptaannya- mempunyai kelayakan untuk menerima cahaya
hikmah dan iman jika tidak dihinggapi kegelapan yang merusaknya seperti
kekufuran, atau tabir yang menghalanginya seperti kemaksiatan dan yang
berkaitan dengannya "
Kemudian beliau melanjutkan, "Jika jiwa berpaling
dari ajakan-ajakan tabiat dan kegelapan-kegelapan hawa nafsu, dan menghadapkan
dirinya kepada Alhaq dan alam malakut, maka jiwa itu akan berhubungan dengan
kebahagiaan yang sangat tinggi dan akan tampak padanya rahasia alam malakut dan
terpantul padanya kesucian (qudsi) Lahut ." (al-Asfar al-Arba'ah
jilid 7 halaman 24-25).
Tentang kebenaran realita alam ruh dan hati ini, Ibnu
Sina berkata, "Sesungguhnya para 'arifin mempunyai makam-makam dan
derajat-derajat yang khusus untuk mereka. Mereka dalam kehidupan dunia di bawah
yang lain. Seakan-akan mereka itu, padahal mereka berada dengan badan mereka,
telah melepaskan dan meninggalkannya untuk alam qudsi. Mereka dapat
menyaksikan hal-hal yang halus yang tidak dapat dibayangkan dan diterangkan
dengan lisan. Kesenangan mereka dengan sesuatu yang tidak dapat dilihat mata
dan didengar telinga. Orang yang tidak menyukainya akan mengingkarinya dan
orang yang memahaminya akan membesarkannya." (al-Isyarat jilid 3 bagian
kesembilan tentang makam-makam para 'arif halaman 363-364)
Kemudia beliau melanjutkan, "Jika sampai
kepadamu berita bahwa seorang 'arif berbicara -lebih dulu- tentang hal yang
gaib (atau yang akan terjadi), dengan berita yang menyenangkan atau peringatan,
maka percayailah. Dan sekali-sekali anda keberatan untuk mempercayainya, karena
apa yang dia beritakan mempunyai sebab-sebab yang jelas dalam
pandangan-pandangan (aliran-aliran) tabi'at."
Pengetahuan tentang alam gaib yang dicapai manusia
lewat hati jika berkenaan dengan pribadi seseorang saja disebut ilham atau isyraq, dan
jika berkaitan dengan bimbingan umat manusia dan penyempurnaan jiwa mereka
dengan syariat disebut wahyu.Islam dan Sumber-sumber Pengetahuan. Dalam
teks-teks Islam -Qur'an dan Sunnah- dijelaskan tentang sumber dan alat
pengetahuan:
Indra dan akal, Allah swt. berfirman, "Dan
Allah yang telah mengeluarkan kalian dari perut ibu kalian, sementara kalian
tidak mengetahui sesuatu pun, dan (lalu) Ia meciptakan untuk kalian
pendengaran, penglihatan dan hati ( atau akal) agar kalian bersyukur ". (QS.
al-Nahl: 78).
Islam tidak hanya menyebutkan pemberian Allah kepada
manusia berupa indra, tetapi juga menganjurkan kita agar menggunakannya,
misalnya dalam al-Qur'an Allah swt. berfirman, "Katakanlah,
lihatlah segala yang ada di langit-langit dan di bumi." (QS.
Yunus: 101 ). Dan ayat-ayat yang lainnya yang banyak sekali tentang anjuran
untuk bertafakkur. Qur'an juga dalam membuktikan keberadaan Allah dengan
pendekatan alam materi dan pendakatan akal yang murni seperti, "Seandainya
di langit dan di bumi ada banyak tuhan selain Allah, niscaya keduanya akan
hancur." (QS. al-Anbiya': 22). Ayat ini menggunakan pendekatan
rasional yang biasa disebut dalam logika Aristotelian dengan silogisme
hipotesis.
Atau ayat lain yang berbunyi, "Allah
memberi perumpamaan, seorang yang yang diperebutkan oleh banyak tuan dengan
seorang yang menyerahkan dirinya kepada seorang saja, apakah keduanya sama
?" (QS. al-Zumar: 29)
Hati, Allah swt berfirman, "Wahai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, niscaya Ia akan memberikan
kepada kalian furqon." (QS. al-Anfal: 29) Maksud ayat ini adalah
bahwa Allah swt. akan memberikan cahaya yang dengannya mereka dapat membedakan
antara yang haq dengan yang batil. Atau ayat yang berbunyi, "Dan
bertakwalah kepada Allah maka Ia akan mengajari kalian. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu." (QS. al-Baqarah: 282). Dan ayat-ayat
yang lainnya.Syarat dan Penghalang Pengetahuan.Meskipun berpengetahuan tidak
bisa dipisahkan dari manusia, namun seringkali ada hal-hal yang mestinya diketahui
oleh manusia, ternyata tidak diketahui olehnya.Oleh karena itu ada beberapa
pra-syarat untuk memiliki pengetahuan, yaitu :Konsentrasi.Orang yang tidak
mengkonsentasikan (memfokuskan) indra dan akal pikirannya pada benda-benda di
luar, maka dia tidak akan mengetahui apa yang ada di sekitarnya.Akal yang sehat,
Orang yang akalnya tidak sehat tidak dapat berpikir dengan baik. Akal yang
tidak sehat ini mungkin karena penyakit, cacat bawaan atau pendidikan yang
tidak benar.Indra yang sehat, Orang yang salah satu atau semua indranya cacat
maka tidak mengetahui alam materi yang ada di sekitarnya. Jika syarat-syarat
ini terpenuhi maka seseorang akan mendapatkan pengetahuan lewat indra dan akal.
Kemudian pengetahuan daat dimiliki lewat hati. Pengetahuan ini akan diraih
dengan syarat-syarat seperti, membersihkan hati dari kemaksiatan, memfokuskan
hati kepada alam yang lebih tinggi, mengosongkan hati dari fanatisme dan
mengikuti aturan-aturan sayr dansuluk. Seorang yang
hatinya seperti itu akan terpantul di dalamnya cahaya Ilahi dan
kesempurnaanNya.
Ketika syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka
pengetahuan akan terhalang dari manusia. Secara spesifik ada beberapa sifat
yang menjadi penghalang pengetahuan, seperti sombong, fanatisme, taqlid buta
(tanpa dasar yang kuat), kepongahan karena ilmu, jiwa yang lemah (jiwa yang
mudah dipengaruhi pribadi-pribadi besar) dan mencintai materi secara
berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar