Masalah
epistemologis yang sejak dahulu dan juga sekarang menjadi bahan kajian adalah,
apakah berpengetahuan itu mungkin ? Apakah dunia (baca: realita) bisa diketahui
? Sekilas masalah ini konyol dan menggelikan. Tetapi terdapat beberapa orang
yang mengingkari pengetahuan atau meragukan pengetahuan. Misalnya, bapak
kaum sophis, Georgias, pernah dikutip darinya sebuah ungkapan
berikut, "Segala sesuatu tidak ada. Jika adapun, maka tidak dapat
diketahui, atau jika dapat diketahui, maka tidak bisa diinformasikan."
Mereka mempunyai beberapa alasan yang cukup kuat
ketika berpendapat bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak ada atau tidak dapat
dipercaya. Pyrrho salah seorang dari mereka menyebutkan bahwa manusia ketika
ingin mengetahui sesuatu menggunakan dua alat yakni, indra dan akal. Indra yang
merupakan alat pengetahuan yang paling dasar mempunyai banyak kesalahan, baik
indra penglihat, pendengar, peraba, pencium dan perasa. Mereka mengatakan satu
indra saja mempunyai kesalahan ratusan. Jika demikian adanya, maka bagaimana
pengetahuan lewat indra dapat dipercaya ? Demikian pula halnya dengan akal.
Manusia seringkali salah dalam berpikir. Bukti yang paling jelas bahwa di
antara para filusuf sendiri terdapat perbedaan yang jelas tidak mungkin semua
benar pasti ada yang salah. Maka akalpun tidak dapat dipercaya. Oleh karena
alat pengetahuan hanya dua saja dan keduanya mungkin bersalah, maka pengetahuan
tidak dapat dipercaya.Pyrrho ketika berdalil bahwa pengetahuan tidak mungkin
karena kasalahan-kesalahan yang indra dan akal, sebenarnya, ia telah mengetahui
(baca: meyakini) bahwa pengetahuan tidak mungkin. Dan itu merupakan
pengetahuan. Itu pertama. Kedua, ketika ia mengatakan bahwa indra dan akal
seringkali bersalah, atau katakan, selalu bersalah, berarti ia mengetahui bahwa
indra dan akal itu salah. Dan itu adalah pengetahuan juga.
Alasan yang dikemukakan oleh Pyrrho tidak sampai pada
kesimpulan bahwa pengetahuan sesuatu yang tidak mungkin. Alasan itu hanya dapat
membuktikan bahwa ada kesalahan dalam akal dan indra tetapi tidak semua
pengetahuan lewat keduanya salah. Oleh karen itu mesti ada cara agar akal dan
indra tidak bersalah.
Menurut
Ibnu Sina, ada cara lain yang lebih efektif untuk menghadapi mereka, yaitu pukullah
mereka. Kalau dia merasakan kesakitan berarti mereka mengetahui adanya sakit (akhir
dawa'kay).
" Cogito, ergosum "-nya
Descartes.
Rene Descartes termasuk pemikir yang beraliran
rasionalis. Ia cukup berjasa dalam membangkitkan kembali rasionalisme di barat.
Muhammad Baqir Shadr memasukkannya ke dalam kaum rasionalis. Ia termasuk
pemikir yang pernah mengalami skeptisme akan pengetahuan dan
realita, namun ia selamat dan bangkit menjadi seorang yang meyakini realita.
Bangunan rasionalnya beranjak dari keraguan atas realita dan pengetahuan. Ia
mencari dasar keyakinannya terhadap Tuhan, alam, jiwa dan kota Paris. Dia
mendapatkan bahwa yang menjadi dasar atau alat keyakinan dan pengetahuannya
adalah indra dan akal. Ternyata keduanya masih perlu didiskusikan, artinya
keduanya tidak memberika hal yang pasti dan meyakinkan. Lantas dia berpikir
bahwa segala sesuatu bisa diragukan, tetapi ia tidak bisa meragukan akan
pikirannya. Dengan kata lain ia meyakini dan mengetahui bahwa dirinya ragu-ragu
dan berpikir. Ungkapannya yang populer dan sekaligus fondasi keyakinan dan
pengetahuannya adalah " Saya berpikir (baca : ragu-ragu), maka saya ada
".
Argumentasinya akan realita menggunakan silogisme
kategoris bentuk pertama, namun tanpa menyebutkan premis mayor. Saya
berpikir, setiap yang berpikir ada, maka saya ada.
Keraguan al Ghazzali, dari dunia Islam adalah Imam al
Ghazzali yang pernah skeptis terhadap realita, namun iapun
selamat dan menjadi pemikir besar dalam filsafat dan tashawwuf. Perkataannya
yang populer adalah " Keraguan adalah kendaraan yang mengantarkan
seseorang ke keyakinan ".
Sumber Dana Alat Pengetahuan, Setelah pengetahuan itu
sesuatu yang mungkin dan realistis, masalah yang dibahas dalam
lliteratur-literatur epistimologi Islam adalah masalah yang berkaitan dengan
sumber dan alat pengetahuan. Sesuai dengan hukum kausaliltas bahwa setiap
akibat pasti ada sebabnya, maka pengetahuan adalah sesuatu yang sifatnya
aksidental -baik menurut teori recolection-nya Plato, teori
Aristoteles yang rasionalis-paripatetik, teori iluminasi-nya Suhrawardi, dan
filsafat-materialisnya kaum empiris- dan pasti mempunyai sebab atau sumber.
Tentu yang dianggap sebagai sumber pengetahuan itu beragam dan berbeda
sebagaimana beragam dan berbedanya aliran pemikiran manusia. Selain pengetahuan
itu mempunyai sumber, juga seseorang ketika hendak mengadakan kontak dengan
sumber-sumber itu, maka dia menggunakan alat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar