Minggu, 18 Desember 2016

Nilai Menurut Filsafat Pendidikan Idealisme, Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak.


Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang dikatakan baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu tetap. Nilai tidak diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
Plato mengemukakan bahwa kehidupan yang baik hanya mungkin terjadi dalam masyarakat yang baik dan ideal yang diperintah oleh “the Philopher Kings , yaitu kaum intelektual, para ilmuwan atau cendekiawan (Kneller, 1971:33). Dia juga mengemukakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, mereka tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan moral. Kejahatan terjadi karena orang tidak tahu bahwa perbuatan tersebut jahat. Jika seseorang menemukan sesuatu yang benar, maka orang tersebut akan berbuat salah. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana hal itu dapat dilakukan jika manusia memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam pikirannya tentang hidup yang baik (Sadulloh, 2007:99).
Sedangkan Penganut aliran realisme sependapat dengan penganut idealis bahwa nilai yang mendasar adalah pada dasarnya permanen, tapi mereka berbeda diantara mereka sendiri dan alasan mereka. Realis klasik penedapat dengan Aristoteles bahwa ada undang-undang moral universal, tersedia untuk berbagai alasan dan mengikat pada seluruh rasional manusia. Realistsepakat bahwa guru harus menjadi bagian dalam merumuskan nilai-nilai tertentu. Moral dasar dan standar keindahan yang diajarkan pada siswa yang tidak berdampak pada isu terkini. Anak-anak harus memahami secara jelas mengenai sifat dasar kebenaran dan salah, memberikan perhatian pada tujuan yang baik dan indah berdasarkan pada perubahan moral dan keindahan mode.
Menurut aliran Pragmatis, nilai adalah relatif. Etika dan moral tidaklah permanen tapi selalu berubah seperti halnya budaya dan perubahan masyarakat. Hal ini bukanlah untuk mengklaim bahwa nilai moral harus berfluktuasi dari waktu ke waktu.
Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan di antara pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. Berbuat akan menghasilkan akibat, dimana seseorang harus menerima akibat-akibat tersebut sebagai pilihannya. Kebebasan tidak pernah selelsai, karena setiap akibat akan melahirkan kebutuhan untuk pilihan berikutnya. Tindakan moral mungkin dilakukan untuk moral itu sendiri, dan mungkin juga untuk suatu tujuan. Seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri. Apabila seseorang mengambil tujuan kelompok atau masyarakat, maka ia harus menjadikan tujuan-tujuan tersebut sebagai miliknya, sebagai tujuannya sendiri, yang harus ia capai dalam setiap situasi. Jadi, tujuan diperoleh dalam situasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar