Minggu, 18 Desember 2016

‘’ Pengaruh Al-Ghazali di Dunia Islam’’


Pengaruh al-Ghazali sangat luas, kuliah-kuliah dan karya-karyanya diterima secara luas. Hal itu menyebabkan ajaran-ajaran al-Ghazali terkenal di kalangan komunitas muslim yang berbahasa Arab, baik di Timur dan di Barat. Meskipun sudah hampir seribu tahun al-Ghazali meninggal, namun ilmunya, dan tetesan kalam buah penanya mengekal abadi. Karya-karyanya berpengaruh karena diperlukan dan ditelaah oleh umat manusia dari berbagai bangsa dan agama.
Tokoh al-Ghazali menempati kedudukan yang unik dalam sejarah agama dan pemikiran Islam karena kedalaman ilmunya, keorisinilan pemikirannya, dan kebenaran pengaruhnya di kalangan Islam. Dia ahli agama, pendidikan dan hukum Islam, selain itu juga memiliki ilmu yang luas tentang filsafat, tasawuf, akhlak, dan masalah kejiwaan serta spiritualitas Islam. Di belahan timur dunia Islam ia amat berpengaruh bagi masyarakat Islam Sunni dan memperoleh sukses dalam memimpin mereka, sedangkan di Barat dunia Islam pengaruhnya tidak kecil. Sampai sekarang pengaruh al-Ghazali masih terus ada di seluruh dunia Islam.
Di Timur al-Ghazali mendapat sukses di bidang pembaharuan mental dan spiritual umat, sehingga pendapat-pendapatnya merupakan aliran yang penting dalam Islam. Bukunya Ihyā ‘Ulūm al-Dîn adanya bukti dari adanya usaha tersebut. Pada waktu itu juga, ia berjasa dalam membela agama Islam dan umatnya dari pengaruh negatif pemikiran filsafat Yunani, ilmu Kalam, dan aliran kebatinan. Melalui pembelaannya itu, ia berhasil memperbaiki keadaan masyarakat Islam, dari pemujaan akal atas agama, menjadi ketaatan kepada Allah swt., yaitu dalam arti hukum syariat menguasai akal dan akhlak manusia sehingga kebahagiaan dapat dicapai.
Di belahan barat dunia Islam, tulisan al-Ghazali tidak saja mempengaruhi pemikir Islam seperti Ibn Rusyd, tetapi juga  mempengaruhi para pemikir Kristen dan Yahudi seperti Thomas Aquinas dan Blaise Puscal, dan filsuf-filsuf Barat lainnya, sebagaimana diakui oleh Asim Palaeros, yang memiliki banyak persamaan  pendirian dengan al-Ghazali, bahwa pengetahuan-pengetahuan agama tidak diperoleh dari akal pikiran tetapi harus hati dan rasa.
Ketidakgentarannya dalam mencari kebenaran melalui kegandrungannya pada ajaran-ajaran tasawuf banyak pula mendatangkan kritikan dan pertentangan di kalangan Mutakallimin, baik ketika al-Ghazali masih hidup maupun setelah meninggal. Di Andalusia, seorang Qadhi dari Cordoba, Abu Abdullah Muhammad bin Hamdin, menyalahkan karangan-karangan al-Ghazali. Para Qadhi di Spanyol pada umumnya menerima pengutukan itu, hasilnya seluruh karya-karya al-Ghazali dibakar. Masyarakat dilarang memiliki karya-karya al-Ghazali dengan ancaman sangsi hukuman mati. Termasuk di dalamnya kitab Ihyā ‘Ulūm al-Dîn.
Karya-karya al-Ghazali pada waktu yang sama beredar juga di Afrika Utara. Sultan Marakash, Ali bin Yusuf bin Tashfin, pemimpin pada daerah tersebut adalah seorang yang berpendirian keras dan fanatik terhadap masalah-masalah agama.              Ia  menerima saran dari ulama ortodoks yang memiliki otoritas pada masa itu. Ia juga seorang fanatik mazhab Maliki dan menganggap bahwa filsafat dan teologi keduanya dapat merusak keyakinan, aqidah yang benar. Oleh karena itu, ia melarang beredarnya buku-buku al-Ghazali dan mengeluarkan perintah agar membakar seluruh karya al-Ghazali.
Pengeritik lainnya adalah Ibnu Rusyd, salah seorang filosof Spanyol. Ia menganggap al-Ghazali tidak konsisten dalam doktrin emanasi, ia juga mengeritik karya-karya al-Ghazali khususnya kitab Tahāfut al-Falāsifah dengan mengarang kitab Tahāfut al- Tahāfut. Dia menganggap bahwa ajaran al-Ghazali kadang-kadang merusak syari’ah, terkadang merusak filsafat, terkadang merusak keduanya, namun juga menguntungkan keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar